Double Mask For Double Face 2 -part3-

In Ri POV

Pagi ini, aku bersiap kesekolah lebih awal dari biasanya. Dua jam sebelum bel sekolah berbunyi. Setelah berpamitan pada Park Bom Eonni aku segera pergi.

Aku harus mengunjungi satu tempat terlebih dulu. Menuju kesebuah apartement dan memencet bell-nya.

“In Ri, mau berangkat ke sekolah?” tanya Taesun Oppa setelah muncul dari balik daun pintu.

“Ne. Taemin Oppa, eoddiga?” tanyaku sambil melepas tas ku dan menaruhnya di sofa.

“Di kamar. Masuk saja.” katanya lalu berjalan ke dapur.

Aku memasuki kamar namjachinguku dan merasa yang entah bagaimana baunya sudah berubah setelah satu malam berpenghuni. Baru beberapa langkah memasuki kamar, Taemin Oppa sudah keluar dari kamar mandi dengan rambut sedikit basah.

Pandangan kami bertemu dan dan aku memasang senyum simpul seperti biasanya sedangkan dia berjalan mendekat. Setelah tepat berada di depan ku, dia memegang pundak ku dan meraih kerah jas seragamku, menariknya kebelakang dan menyenderkan kepalanya di pundak ku.

“Disini gelap. Aku benar-benar tidak tahu apa-apa.”

Aku membalas pelukannya dan berusaha memberinya semua kekuatan yang ku miliki

—————————————————————-

Aku sedang duduk menantikan bus datang ketika Gae Shin menghampiri.

“Bagaimana Taemin Oppa?” tanya Gae Shin duduk disamping ku

“Baik-baik saja. Hanya masih butuh sedikit istirahat.” Jawabku singkat

“Bus-ku sudah datang, aku akan ke apartementnya dulu. Semoga harimu menyenangkan.” Kataku sebelum naik bus.

“Ya. hati-hatilah.” Kata Gae Shin.

Aku duduk disalah satu tempat duduk yang kosong. Merogoh tas dan mengeluarkan sebuah album. Memandangnya sebentar dan memikirkan bagaimana cara membuat Taemin Oppa sedikit demi sedikit sadar kembali.  Aku bahkan tak sadar ketika bus berhenti di tempat tujuanku.

Aku memencet bell apartemen namjachinguku lagi. Karena tidak ada jawaban, aku langsung masuk kedalam. Sepi. Kelihatannya Taesun Oppa sedang pergi. Aku lantas masuk keruang tamu dan melihat Taemin Oppa sedang duduk bersandar di sudut kanan sofa sambil membaca sebuah buku, aku segera menghampiri dan duduk disampingnya.

“Buku apa?” tanyaku berusaha memeberi pertanda aku datang

“Bukan apa-apa.” Jawabnya singkat tanpa menoleh

Aku hanya mendesah pelan lalu mengeluarkan album dari tasku, beberapa foto kenangan kami berdua. Sebuah foto mengingatkanku pada saat kami bermain komedi putar bersama-sama, foto itu kuambil dari kamera polaroid milik Taemin Oppa. Ketika dia membuat sebuah luka kecil dipergelangan tanganku.

“In Ri.” Kata Taemin pelan namun masih dapat kudengar.

*********************

Author POV

“Ne.” Kata In Ri tak terlalu antusias karena masih memandangi album itu

“Aku mau kau jadi milikku.” Kata Taemin, sedangkan In Ri tersenyum kecil dan menyenderkan kepalanya di pundak Taemin.

“Belum cukupkah aku selalu ada disampingmu? Belum cukupkah kita selalu bersama?” tanya In Ri

“Belum. Karena kalau hanya begitu, kau pasti akan meninggalkanku” Kata Taemin tanpa mengalihkan pandangannya dari buku.

“Kalau aku meninggalkanmu, kau harus segera mengejarku.” Kata In Ri

“Cih!” Taemin mendecis. “Untuk apa aku mengejarmu, kalau kau sendiri yang meninggalkanku.” Kata Taemin datar

Suasana hening beberapa saat untuk mereka, Taemin menunggu jawaban In Ri tapi In Ri tidak merasa kalimat Taemin terakhir adalah sebuah pertanyaan.

“Hey! Aku masih menunggu jawabanmu.” Kata Taemin mengarahkan tangannya pada punggung In Ri, berjalan ke tengkuk dan mencekik leher belakangnya.

“Uhuk,, haruskah aku mengatakannya? Uhuk! Tentu saja aku mau.” Kata In Ri menghabiskan sisa nafasnya.

“Pintar.” Kata Taemin sambil mencium pipi In Ri berkali-kali.

Sedangkan In Ri tidak bisa melakukan apa-apa karena untuk bernafas saja sulit, Taemin masih terus mencekiknya dari belakang, membuatnya tidak berkesempatan merasakan Oksigen.

**************************

Taemin POV

Tidak bisa kupungkiri kalau aku dengan senang hati melakukannya. Aku suka membuat dia terlihat tersiksa, aku suka menyakitinya.

Karena aku tidak berminat melepaskan cekikanku dari tengkuknya, tak perlu menunggu waktu lama. Cukup lima menit, dia sudah menyerah.

“Hah!” desahku “Kalau dia tidur secepat ini, dia tidak akan merasa sakit. Dan aku tidak suka itu.” kataku sambil merengkuh tangannya. Menelusuri sela-sela jarinya dengan jariku. Mengangkatnya mendekati bibirku dan menghisap telapak tangannya sebentar.

“Kira-kira apa yang bisa kulakukan agar ini semakin menarik?” kataku sambil mengeluarkan pisau lipatku. Terpikir olehku untuk melakukan sesuatu.

“Eh? Sudah ada bekas luka disini.” Aku sedikit menyesal ketika melihat sebuah bekas luka di pergelangan tangannya.

“Baiklah, lagi pula tempat itu tidak menarik lagi.” Kataku sambil melirik telapak tangannya.

Aku goreskan perlahan-lahan pisau lipatku ke telapak tangannya. Semakin lama semakin dalam dan semakin menuntut. Goresan pisauku membentuk tanda silang di telapak tangannya.

“Mmmmhhh..” In Ri terdengar menahan rasa sakit yang bahkan bisa dirasakan hingga alam bawah sadarnya.

Pandanganku beralih ke telapak tangan lainnya yang masih belum tersentuh luka. Aku tinggalkan luka yang mulai mengeluarkan darah segar yang masih menetes. Biarkan saja! semakin kering, mereka akan semakin menarik.

Aku berputar ke sisi lain tubuhnya dan menggenggam tangannya. Mengarahkan pisau lipatku ke telapak tangannya, pisauku sudah menempel dan siap mengelupas kulit luarnya ketika ada seseorang muncul dari balik pintu.

“Taemin!! In Ri!!!” pekiknya sambil berlari kearah sofa, matanya menjadi duakali lebih besar ketika melihat darah segar mengalir dari telapak tangan In Ri.

“Taemin apa yang kau lakukan!” katanya berdiri dihadapanku.

“Ceeh!!!” kataku dengan nada meremehkannya.

“Apa yang kau pegang itu?!” pekiknya lagi sambil merebut pisau lipatku dan melemparnya keluar.

“Sssttt.. jangan terlalu keras. Nanti dia terbangun.” Kataku sambil memandang In Ri.

“Kau!!! Kau ini kenapa? Hah?!” orang ini benar-benar. Kusuruh memelankan suara, dia malah berteriak makin keras dan menarik kerah bajuku.

“Hah! Dia itu milikku! Tak perlu ikut campur.” Kataku sambil meninju dan memutar tangannya membuatnya berteriak, aku tarik tubuhnya merunduk dan memukul punggunya dengan siku. Sekali pukulan dia sudah pingsan.

Aku melihat mereka berdua bergantian lalu menyeringai.

Tiba-tiba kepalaku terasa berat dan dadaku sesak. Sepertinya jantung dan paru-paruku tak mau bekerja. Membuatku merosot ke lantai. Pelan tapi pasti, aku merasakan lembar-lembar kertas hitam menutup mataku membuatnya semakin lama semakin kabur. Hingga benar-benar tak terlihat apa-apa.

*************************************

Author POV

Taemin merasa sedikit demi sediki cahaya menerobos kelopak matanya yang tertutup. Ia mengerang pelan dan tersadar dari pingsannya. Bau ruangan lembat ini membuatnya ingat sesuatu.

“Rrrgghh..” Taemin mengereang ketika berusaha bangkit dari tempat tidurnya.

Ia tidak melihat siapapun berada dikamarnya, ruangan itu kosong. Telinganya mendengar dua orang berbicara di balik pintu kamar rumah sakitnya. Perlahan-lahan namun cukup untuk ia mengerti.

“Jangan khawatir dia akan segera sadar.” Kata seseorang dengan suara yang terdengar cerdas

“Baiklah.” Kali ini kata Taesun.

“Tapi dokter, kali ini dia akan terbangun dalam keadaan…” Taesun tidak ingin melanjutkan kalimatnya.

“Kami belum bisa memastikan, tapi mungkin benturan dikepalanya akan membuat sedikit perkembangan.” Kata dokter sedikit ragu.

“Baiklah..” kata Taesun pasrah kemudian terdengar suara  langkah kaki dokter itu menjauh.

Tak berapa lama kemudian, terdengar Taesun masuk ke kamar Taemin. Taesun sedikit terkejut namun berusaha menguasai ekspresinya ketika melihat Taemin duduk lemas dipinggir ranjang sambil menundukkan kepala.

“Taemin kau sudah bangun?” tanya Taesun mendekati adiknya itu

“Maafkan aku.” Kataku Taemin menatap Taesun dengan mata berkaca-kaca

“Tak apa, itu bukan salahmu.” jawabnya

“Bagaimana keadaan In Ri?” tanya Taemin perlahan karena takut mendengar jawabannya

“Dia sudah baikan, setelah dokter mengobati lukanya, dia boleh langsung pulang.” Kata Taesun disusul dengan hembusan nafas lega Taemin.

“Kau jangan khawatir, dia tidak marah padamu.” kata Taesun.

“Aku tau.” Kata Taemin

“Dia menitipkan ini untukmu kalau kau bangun nanti.” Katanya sambil menyodorkan ampol berpita kecil pada Taemin.

Aku tau dia tidak akan marah,,

Dan itu membuatku marah pada diriku sendiri..

******************************************

Taemin POV

Aku meraih amplop itu dan membacanya. Isinya singkat saja, tidak sampai setengah lembar

“ Oppa, kau sudah sadar? Baguslah kalau begitu.

Kau tau? Kata temanku, seorang namja jatuh cinta pada seorang yeoja karena matanya dan seorang yeoja jatuh cinta pada namja karena hatinya.

Itu sebabnya, ketika tatapan matamu berubah menjadi menakutkan sekalipun aku tetap mencintaimu. Karena aku tau hatimu tak akan pernah berubah. Benarkan?

Jangan tersenyum membacanya, aku jadi malu.

Baiklah. Aku mau pulang dulu, setelah itu akan menemanimu dirumak sakit agar Oppa cepat sembuh.

Jadi tunggu aku. ^^”

Aku tak kuat menahan senyum ketika membacanya. Bahkan aku tak menyadari kalau Taesun Hyung masih berada di sampingku.

“Yaa!! Kenapa kau tak memberitahuku sebelumnya tentang penyakitmu? Kau malah memberi tau In Ri lebih dulu.” Kata Taesun.

Aku selalu merasa bersalah mengingat tentang penyakitku. Menyadari kalau aku sering sekali menyakiti orang-orang yang kucintai.  Seolah megingatkanku pada dosa-dosaku, meski aku tau  Taesun Hyung tidak bermaksud begitu.

“Mianhae..”

“Eh? Aku tidak bermaksud begitu.” Kata Taesun dengan nada menyesal.

“Hyung, boleh aku pinjam ponselmu?”

Setelah menerima ponsel Taesun Hyung, aku segera mengetik ‘Balasan surat cintaku’ untuk In Ri.

“Kau tau kenapa aku hanya selalu, kau tau? ‘Kambuh’, jika aku ada didekatmu?

Mungkin ini seperti sebuah pembelaan diri, tapi ini benar-benar dari hatiku.

Bukan karena kau cantik, atau sebagainya.

Tapi kurasa, karena aku hanya akan kambuh jika bersama dengan orang yang membuatku nyaman untuk mengeluarkan diriku yang sebenarnya.

Jadi aku pikir, karena kau selalu membuatku nyaman,, aku hanya akan ‘Kambuh’ jika didekatmu.”

Aku berhenti mengetik dan mengirimkannya. Bisa ku bayangkan wajahnya akan tersenyum dan memerah ketika membaca pesan ini.

Senyumnya pasti akan mengembang

Dan pipinya akan bersemu merah..

**************************************

In Ri POV

Aku keluar dari apartement dan melihat kesamping jendela.

“Hujan?” tanyaku pada diri sendiri. Aku kembali masuk apartement dan mengambil sebuah payung, kemudian berjalan cepat keluar bangunan.

Aku berlari karena takut terkena percikan air hujan. Setelah sampai di halte bus, aku duduk dan menepuk-nepuk pundakku yang tetap terkena percikan hujan walau berlindung di bawah halte.

Dengan tidak sabar aku mengetuk-ketuk alat kakiku ke tanah, mengangkat tangan dan melihat jam.

“Kenapa busnya lama sekali?” tanyaku.

“Apakah terlambat karena hujan?” lagi-lagi aku bertanya pada diriku sendiri.

Aku pikir terlalu lama untuk menunggu bus, lebih baik aku segera sampai di rumah sakit, dan bertemu Taemin Oppa. Akhirnya aku memutuskan untuk berjalan menuju ke stasiun kereta api, mungkin aku akan lebih cepat sampai jika naik kereta api.

Ternyata tak banyak orang yang ingin berpergian di cuaca begini, hanya ada beberapa orang yang berada di stasiun itu bersamaku. Menunggu di sisi kiri stasiun, bersebrangan dengan pintu masuk dan keluar stasiun. *Anggap aja, rel kereta api Korea kayak yang di Indonesia, nggak punya membatas antara stasiun dan rel tapi dengan rute pendek kayak dikorea. Oke?!*

Bagi kebanyakan orang lebih baik duduk didepan televisi sambil memakan ramen. Tapi tidak untukku, aku yakin akan lebih bahagia jika segera sampai dirumah sakit.

Aku baru akan duduk ketika mendengar ponselku bergetar, sepertinya SMS. Nomor Taesun Oppa, tapi aku tau ini dari Taemin Oppa.

“Kau tau kenapa aku hanya selalu, kau tau? ‘Kambuh’, jika aku ada didekatmu?

Mungkin ini seperti sebuah pembelaan diri, tapi ini benar-benar dari hatiku.

Bukan karena kau cantik, atau sebagainya.

Tapi kurasa, karena aku hanya akan kambuh jika bersama dengan orang yang membuatku nyaman untuk mengeluarkan diriku yang sebenarnya.

Jadi aku pikir, karena kau selalu membuatku nyaman,. Jadi aku hanya akan ‘Kambuh’ jika didekatmu.”

Aku merasa pipiku menggelembung menahan senyum maluku.  Aku bahkan menutupi mukaku dengan ponsel. Setelah membaca pesan itu, aku jadi menyesal tidak membawakan namjachinguku itu makanan, atau buah. Apa lebih baik aku membelinya sekarang? Baiklah, aku akan membeli sesuatu untuk namjachinguku yang baik ini dulu.

Aku berjalan menyeberang melewati jalur kereta api,  dan masih terlalu  terharu untuk menyadari bahwa sebuah kereta api berjalan mendekat. Terlambat ketika teriakan orang-orang itu menyadarkanku, sudah terlambat. Kereta itu sudah terlalu dekat denganku.

Aku melihat ular besi itu berlari mendekat kearahku, hanya tinggal beberapa centimeter saja. namun ketika kereta itu menerobos tubuhku, aku tidak merasakan apapun. Seakan kereta itu melewatiku begitu saja. Hanya merasa sebuah aliran listrik kecil melewati peredaran darahku, dan semuanya terasa ringan. Kemudian aku melihat tubuhku sendiri terlempat begitu jauh.

Biarkan kenangan ini terbang

Bersama,,

Dengan puing-puing tubuhku yang kini berhamburan..

Akan kutinggalkan kenangan kita,

Namun tak akan kulupakan

Aku kutunggu kau untuk datang menemuiku

Dan membuat kisah yang baru

*********************************

Taemin POV

Aku hanya bisa menatap kosong keluar jendela kamar berinterior kuning itu. “Taemin, kau tidak ikut? Kami sudah mau berangkat” tanya seorang wanita berusia akhir duapuluh itu berujar lemas kepadaku, kemudian berjalan pergi.

Namun aku tetap diam tak bergerak. Kenapa di pergi secepat itu? dia tak memiliki kesempatan belum melihatku sembuh sepenuhnya. Bahkan kamar ini masih beraromakan tubuhnya, tergeletak bekas perban bekas darahnya, lantai ini masih penuh jejak kakinya, bahkan handuk setengah kering masih tergeletak disofa.

Aku meraih handuk pink itu perlahan. Melihat sehelai rambutnya yang terpisah dari jazadnya yang kini disemayamkan. Aku mengaitkan rambut itu di jariku dan mengikatnya pelan, mengeluarkan pisau lipat dari saku celanaku. Ketika melihat ujung pisau yang tajam, keinginanku semakin bulat untuk melakukannya.  Mengarahkan pisau itu di pergelangan tanganku, cukup tiga kali saja semuanya akan berakhir. Cukup tiga goresan, aku akan bertemu lagi dengannya.

tunggu aku,

aku akan segera menemuimu dan merangkai kisah kita bersama lagi..

kisah yang lebih baik,,

Satu,,

Dua,,

Tiga,, cairan merah pekat deras mengalir keluar dari sebuah urat nadiku yang putus.

Sesaat kemudian, sebuah cahaya silau mematikan menghampiriku, aku mengikutinya berharap In Ri menungguku diujung sana.

“Lihatlah, bodonya aku..

kini aku benar-benar mengejarmu yang meninggalkanku,

padahal dulu aku mendecis ketika kau memintanya..”

—————————————————————————

TUHAN,

Aku menyukai sekuntum bunga matahari

Dan katanya, aku adalah mataharinya

Tapi sekarang dia sudah pergi

Dia pernah bilang, dia bisa mati tanpaku

Jadi, bolehkah tuhan?

Jika aku pergi menyusulnya

Agar bisa merangkai kisah yang lebih indah

Aku benar-benar tidak ingin bunga matahariku itu mati

Aku benar-benar ingin selalu menemaninya

————————————————————–

“이태민 ❤ 박인리”

03/11/2011 – 16.34

*Gimana??? akhirnya tamat!! yang abis baca (kalo ada) comment dooooonnkk!!! jebal!!! -author lebay–

Double Mask For Double Face 2 -part2-

–baiklah, ini lanjutan dari FF GeJe si Author GeJe..

silyehamnida!!!—-

 

Author POV

In Ri berjalan melewati lorong-lorong panjang sambil menggenggam rangkaian bunga anzu, tidak seperti biasanya dia selalu membawa bunga matahari. Ya, musim panas sudah berakhir. Musim telah berganti, begitu juga bunga yang digenggam In Ri. Namun In Ri masih menyusuri lorong-lorong kosong itu setiap harinya.

Tangan In Ri sudah menggenggam gagang pintu ketika tubuhnya merosot, terduduk ditanah sambil memeluk lutut.

“Oppa, kapan kau kembali?”

Dia mengucap lirih ditengah tangisnya. Menggeletakkan bunga anzu di sampingnya.

“Kau tau, aku merindukanmu Oppa.”

“Kenapa kau tidur lama sekali?”

Dia mengusap matanya dengan punggung tangan dan meraih bunga anzu itu lagi. Berusaha bediri dan menyunggingkan senyum paling lebar yang dia bisa.

“.. hanya senyum lebar,,

Bukan berarti senyum yang penuh kebahagiaan..”

Terkadang senyum adalah lambang penderitaan dan kesedihan..

————————————–

In Ri menggengam gagang pintu itu lagi dan seketika mengubah wajah sedihnya menjadi topeng yang selalu tersenyum.

“Hai, Oppa.” Kata In Ri berjalan duduk kesamping ranjang dan meletakkan bunga anzu di vas, menggantikan bunga matahari yang sudah layu.

“Maaf tidak membawakanmu bunga matahari,, tapi bunga anzu ini tidak kalah indah kan?” katanya lagi lalu mengusap telapak tangan Taemin dengan handuk basah.

“Tadi aku, Gae Shin, Na Dae, So La dan Yoo Seo berjalan-jalan, menonton film dan membeli banyak barang-barang. Benar-benar menyenangkan.” Kata In Ri menahan suaranya agar tidak terdengar bergetar.

“Oh, iya. Umma dan Appa-mu mengirim salam. Katanya mereka ingin kau segera sembuh!” kata In Ri lagi.

Begitu terus setiap harinya,,

Menyusuri lorong-lorong sambil membawa bunga, menangis kemudian memasang wajah bahagia, lalu menceritakan berbagai hal indah yang sebenarnya terasa tawar di hatinya.

Begitu terus setiap harinya,,

Memakai topeng.

*****************

Taemin POV

Aku dekatkan langkahku ketika In Ri masuk ke kamarku, ia mengganti bunga dalam vas dan mengelap telapak tanganku. Aku tau semuanya, karena aku melihatnya meski tidak bisa menyentuh dan berbicara dengannya. Aku juga melihatnya ketika dia menangis dibelakang pintu kamar tadi dan memaksakan senyumannya didepanku. Dan aku sedih melihatnya.

Kumohon..

Jangan hanya tersenyum jika didepanku

Sekali-kali cobalah untuk menangis jika itu dapat membuatmu lebih baik

Jangan hanya tersenyum dan berkata “Aku baik-baik saja” didepanku tapi menangis dibelakangku

Itu malah membuatku sedih,,

Sekali-kali cobalah menangis, mengeluh dan berkata “Kenapa semua jadi begini” padaku.

Agar aku bisa menghapus air matamu dan memberikan senyuman yang sebenarnya padamu

Bukan hanya senyum palsu…

Agar aku bisa menghapus air matamu dan memberikan senyuman yang sebenarnya padamu

Ketika aku sadar dan kembali nanti..

******************************

Author POV

In Ri segera berlari menyusuri lorong-lorong itu lagi, namun kali ini dengan airmata bahagia. Ia segera datang kemari ketika dokter berkata bahwa Taemin sudah sadar. In Ri berhenti ketika seorang dokter keluar dari ruang perawatan Taemin.

“Dokter, bagaimana keadaannya?” tanya In Ri tidak sabar

“Secara keseluruhan dia sudah baik-baik saja.” kata dokter melepas stetoskop dari telinganya

“Bisa saya jenguk sekarang?” tanya In Ri lagi.

“Tapi, kau harus siap dengan keadaannya, sepertinya dia…”

In Ri masuk ke kamar itu perlahan, hingga hanya menimbulkan decitan kecil pada pintu yang dibuka. In Ri masuk beberapa langkah, ia melihat Namjachingunya tidur dengan posisi miring. In Ri mengambil tempat duduk dan Taemin tetap memunggunginya tidak bergerak.

“Selamat datang kembali, Oppa.” Kata In Ri menahan tangis bahagianya

“Kenapa kau mengganti bunganya? Kau taukan aku suka bunga matahari.” Kata Taemin dingin tanpa menoleh.

In Ri hanya tersenyum menanggapi jawaban dingin namjachingunya. Ia sudah tau kalau akan jadi begini. Kata Dokter, pribadi yang ada dalam diri Lee Taemin sekarang adalah pribadi keduanya. Dan yang terpenting adalah, dokter tidak tau apakah kepribadian awalnya dapat kembali atau tidak.

————————————-

In Ri sedang memandang ke jendela rumah sakit yang memancarkan cahaya matahari kecoklatan yang hendak terbenam. Sepertinya musim semi telah datang, berarti ini sudah 6 bulan sejak Taemin koma dan 3 bulan sejak Taemin sadar dan menjalani masa penyembuhan.

Kini mereka sudah bersiap untuk pulang, In Ri sudah mengemasi semua pakaian. Lee Taesun juga sepakat menjaga adiknya di apartement untuk beberapa saat hingga adiknya itu benar-benar pulih. Yang dimaksud ‘benar-benar pulih’ adalah pulih dari luka kecelakaan bukan dari penyakit lamanya. Karena jelas-jelas dia belum mengetahui kalau adiknya adalah penderita Alter Ego.

In Ri mendengar pintu kamar mandi dibuka, pertanda Taemin telah selesai berganti baju. In Ri tidak bergerak, berharap Taemin akan berdiri disampingnya memandangi matahari sore. Tapi tidak, beberapa saat kemudian, ia merasakan tangannya dicengkeram erat dan ditarik kasar oleh Taemin. Ia terus menarik tangan In Ri ke koridor-koridor dengan langkah cepat, membuat In Ri tertatih-tatih mengikuti langkahnya.

“…aku tau, harapanku tadi terlalu berlebihan..”

*************************

In Ri POV

Aku hanya terus berusaha mengikuti langkahnya, hingga kami berdua masuk dalam lift.

“Aku akan memberimu kesempatan untuk pergi.” Kata Taemin.

“Ha?” tanyaku.

Taemin memencet beberapa tombol lalu menjawab pertanyaanku. “Aku tidak memaksamu untuk selalu disampingku. Jadi jika kau mau pergi, pergi sekarang atau aku akan mengikatmu selalu disampingku.”

Lift mengeluarkan suara pertanda bersiap untuk menuju ke lantai bawah.

“Aku akan mulai menghitung sampai lima.” Kata Taemin dengan nada memperingatkanku.

“Satu”

Apa-apaan namja disampingku ini?

“Dua”

Hah? Apa dia mau mengetesku?

“Tiga”

Baiklah kalau begitu.

“Empat”

Aku melangkahkan satu kakiku untuk keluar dari lift.

“Lima.” Kurasakan tangannya melingkar di pergelangan tanganku sehingga aku terhindar dari pintu lift yang menutup dengan cepat. Ia kemudian menarikku dalam pelukannya dan mendorongku semakin dekat.

“Waktumu habis. Sekarang kau harus selalu bersamaku.” Katanya dingin disamping kepalaku.

Sedangkan aku hanya tersenyum di atas pundaknya.

“Meski tatapannya dingin,,

Aku masih bisa merasakan kehangatan dipelukannya..”

————————————————–

Apakah ini rumahku?” tanya Taemin begitu memasuki rumahnya.

“Tentu saja, sekarang duduklah. Aku sudah menyiapkan makanan.” Kata seorang pemuda keluar dari dapur dengan celemek di badannya.

“Aku ke kamar dulu.” Kata Taemin begitu saja melewati Taesun Oppa.

Aku memandang pemuda yang terlihat kecewa karena sikap adiknya itu. “Oppa harus sabar ya? dia masih memiliki sedikit cedera di kepalanya. Tak perlu khawatir, pasti akan segera sembuh.”

“Eh? Rupanya kau perhatian sekali, In Ri. Baiklah! Aku akan jaga dia demi kau.”

**************************************

Tae Min POV

Begitu masuk kamar ini, aku langsung menuju kamar mandi yang terlihat aneh. Aku merasa ada yang salah disini. Aku tidak asing dengan tempat ini, tapi tidak bisa ingat tempat ini. Orang-orang itu juga, hanya gadis itu yang aku tau namanya, itupun karena dia selalu mengunjungiku selama tiga bulan dirumah sakit.

Siapa aku? Dimana aku? Apa yang terjadi? Aku tidak berhasil menemukan jawabannya dan semua ini membuatku marah. Aku seperti dibuang dari duniaku dan terjebak dalam dunia lainnya. Ini menyebalkan! Apakah dunia ini berusaha mempermainkanku?! Hah!! Aku terus mengumpat dalam hati, hingga aku mendengar pintu kamarku diketuk dan seseorang masuk.

Aku buka sedikit pintu kamar mandi dan melihat In Ri sedang memandangi beberapa foto di meja kecil samping ranjangku. Apakah itu benar ranjangku? Hah!! Dunia ini membuatku terlihat bodoh! Aku seperti dijebak. Dan aku tidak suka!!

Pernahkah kau merasa terjepit.

Seakan dunia ini mempermainkanmu. Seakan semua pintu keluar tertutup untukmu

Dalam satu situasi,, Kau tidak bisa keluar dan tidak mau masuk.

Jika itu yang terjadi, Cobalah untuk masuk dulu.

Mungkin dalam ruangan itu, kau akan menemukan pintu-pintu keluar yang lain.

Kata-kata itu mendorongku, hingga sekarang aku sudah berada di sampingnya. Duduk disebuah sofa menghadap jendela.

“Siapa kau?” itu kalimat yang langsung muncul begitu aku melihat sinar matanya.

“Oppa tidak kenal aku, tapi hafal pada sinar mataku. Ya kan?” jawabnya

Aku mendekatkan wajahku pada wajahnya dan menempelkan bibir kami. Saat masih berciuman ada sesuatu yang berkelebat di mataku, entah kenapa membuatku sedikit menggigitnya.

Aku hentikan perlakuanku dan menjauhkan diri, bertanya padanya “Apakah ini sudah benar? Apakah aku sudah berada ditempat yang benar?” tanyaku.

“Kenapa?” tanyanya.

“Aku pikir kau yang paling tau dan paling bisa memberi penjelasan. Aku benar-benar bingung.” Kataku.

“Oppa, kau cukup pegang tanganku, dan ikuti aku. Maka semuanya akan baik-baik saja.” katanya meyakinkan.

Aku melihat sinar matanya lagi dan melihat ketulusan disana. Hah?! Bodoh! Aku sendiri tidak tau apa itu ketulusan.

Aku dekatkan lagi bibirku padanya. Menciumnya sekilas namun berkali-kali.

“Dunia ini seakan menjebakku,,

Dan membuatku terlihat bodoh.”

*********************************

Double Mask For Double Face 2 -part1-

Author : Park In Ri (again.. gag bosen apa baca FF dari ini author?)

Casting : Royal Couple,, Park In Ri & Lee Taemin (ngalah-ngalahin Kate Middleton sama Prince William!!!)

Genre : Romance, Sadlystic, pokoknya gag Yaoi!! Tidak ada yang seperti itu! karena saya benci budaya 2min!! Jealous ma Minho!! *Nah lo? Kok curhat?!

Rating : Kalo part 1-nya adalah PG-16 yang ini PG-16,5 (tebak yang kayak gimana itu?!)

Note : Merasa terbang diangan ketika ada beberapa orang bilang yang Double Mask For Double Face 1 bagus, adalah sebuah keputusan besar membuat sekuelnya *text pidato mode : On. Perasaan saya mengatakan yang ke-2 ini nggak lebih bagus dari yang pertama. Tapi,, ya dicoba dulu lah!

 

DOUBLE MASK FOR DOUBLE FACE –SERI 2-

Aku sudah bilang bukan?

Aku suka semua yang ada pada dirimu…

Belum? Kalau begitu sebagai gantinya, akan ku katakan 1000 kali setiap harinya,,

————————————————

Aku adalah bunga matahari

Sedangkan kau adalah matahari

Matahari yang bersinar dan menyilaukan

Dan aku hanya sekuntum bunga matahari yang harus selalu melihatmu untuk bertahan hidup

Meski sinarmu membuatku sakit aku harus tetap melihatmu agar bisa bernafas

Namun apakah kau mengenalku?

Aku yang selalu melihatmu

Aku yang hanya sekuntum bunga diantara berjuta makhluk yang melihat dan menyanjungmu

Meski kau bahkan tak tau aku ada

Aku akan terus melihatmu

Karena bunga matahari ditakdirkan hanya untuk melihat ke matahari

************************************

In Ri POV

“Kau yakin sudah semuanya?” tanya Taemin memeriksa lagi barang bawaanku.

“Iya! Ayo cepat, nanti aku terlambat.” Kataku. Mobil kamipun berjalan.

Hari ini aku harus menghadiri study tour, dan aku meminta Taemin untuk mengantarku. Kulihat namja berambut kuning almond disampingku itu.

“Arrgghhh.” Katanya menggeram membuatku sontak menengok. Kulihat tangannya bergetar dan keringat dinginnya bercucuran.

“Perlu aku gantikan menyetir.” Tanyaku perlahan lalu dibalas dengan gelengan kecilnya.

Keadaannya sudah jauh lebih baik dari beberapa bulan lalu saat ia membuat 19 bekas jahitan di pahaku. Ia sudah bisa merasakan jika penyakitnya akan kambuh, dan sedikit demi sedikit bisa mengontrolnya.

Kami melewati perjalanan dalam diam, hanya menyisakan suara nafasnya yang naik turun menahan amarah. Sesekali aku memegang lengannya mengingatkan bahwa aku ada disini. Kamipun sampai ditempat yang aku tuju, namun begitu turun aku malah ragu bisa meninggalkannya mengemudi sendirian atau tidak.

“Oppa yakin bisa pulang?” tanyaku.

“Hmm.” Katanya tertahan.

“Hati-hati.” Kataku memandangnya.

“Ne.” Katanya sambil mencium keningku lalu masuk kedalam mobil dan pergi.

Aku tatap jalanan yang bahkan sudah tidak menampakkan mobilnya dengan pandangan khawatir hingga ada seseorang menepuk pundakku.

“Ayo masuk.” Kata Yoo Seo mengajakku.

“Emm.. Yoo Seo, bisa kau izinkan aku ke pada Kang Seongsangnim? Aku harus kembali kerumah karena ada urusan, jika sudah selesai aku akan segera kemari. Oke?” kataku tanpa membiarkannya menyela dan segera berlari menuju halte bus terdekat.

Perlu waktu 10 menit untuk menemukan bus ditempat seperti ini. Aku menaiki bus pertama yang entah bertujuan kemana, yang penting aku bisa segera menyusulnya.

Author POV

In Ri sedang berdesakan di dalam busnya ketika bus itu tiba-tiba berhenti, membuatnya harus lebih menyeimbangkan diri. In Ri melihat ke sisi kanan jalan yang merupakan jurang curam dengan bebatuan tajam. Bus kembali berjalan, menyisir hiruk-pikuk orang yang sedang berdiri di tepi jurang.

Telah terjadi sebuah kecelakaan disana. Sekarang Tim SAR sedang berusaha mengangkat mobil yang terperosok kejurang itu. Tepat ketika mobil itu berhasil diangkat, bus In Ri melewatinya. Mobil yang sangat dihafal In Ri, bahkan baru 15 menit lalu ia ada dalam mobil itu. Dengan kap mobil yang sudah tidak berbentuk dan penuh dengan goresan batu-batu jurang yang tajam.

———————————–

Sudah 3 jam In Ri duduk memeluk tasnya tak bergerak di depan sebuah pintu putih yang besar, menunggu seseorang keluar dan memberinya penjelasan. Bagi In Ri tentu saja ini adalah saat yang sulit, saat dikeluarkan dari mobilnya keadaan Taemin tidak menunjukan luka luar yang parah, namun dalam perjalanan ke mari dia memuntahkan darah, menggambarkan luka dalamnya yang mengenaskan. In Ri sudah menghubungi keluarga Taemin, mungkin besok mereka akan sampai.

Ingin sekali ia masuk dan menemani Taemin disaat seperti ini, ia ingin menjadi hantu dan menembus tembok itu sekarang, tapi jelas itu tidak bisa. Sekarang ia tidak tau harus berbuat apa, menangis? Tidak. Dia terlalu bingung bahkan hanya untuk menangis, terlalu sedih bahkan air mata tak sanggup menggambarkannya. Menangis dalam hati. Itu kedengarannya lebih menyakitkan.

..Kau,,

Kau begitu dekat,

Namun untuk melihatmu saja aku tidak bisa..

*****************************************

Taemin POV

Disini,,

Menyilaukan.. cahaya ini menyakitkan..

Tiba-tiba terdapat sebuah layar besar yang menampilkan film-film kehidupanku..

Semuanya berputar begitu cepat,

Orang-orang yang hidup dalam kehidupanku,,

Memberikan berbagai warna dalam hidupku..

Semuanya masuk dalam anganku, menampilkan kenangan-kenangan manis,,

Membuatku tidak ingin terbangun..

Hingga aku ingat padamu,,

Aku ingat harus mengatakan sesuatu padamu..

Aku harus bangun,,

Karena aku belum sempat mengatakan,

“..Maaf, karena mencintaimu..”

*************************************

In Ri POV

Lega dan juga sedih ketika dokter mengatakan Taemin koma. Lega karena itu berarti aku masih bisa melihatnya lagi, dan sedih karena aku bisa melihatnya tanpa cahaya matanya. Aku menyiapkan beberapa bunga dan menyemprotkan aroma terapi kesukaannya kedalam ruang perawatannya. Aku ingin dia merasa nyaman di kamar perawatannya meskipun dia tidak mengetahuinya, tapi aku yakin dia merasakannya.

———————————————————

Aku sedang mengusap dahinya yang berpeluh ketika pintu kamarnya terketuk. Muncul seorang wanita paruh baya dan juga pria yang rambutnya mulai memutih juga seorang namja berusia 23 tahunan. Aku bangkit dari kursiku dan memberi hormat pada mereka.

Wanita paruh baya itu langsung mengahampiri ranjang Taemin dan memeluk anak laki-lakinya itu erat.

“In Ri, bagaimana keadaannya?” tanya Ayah Taemin.

“Dokter meminta Omonim untuk menemuinya.” Kataku sambil melihat Ibu Taemin yang masih menangis disamping tubuh anaknya.

Aku hanya bisa berdiri di belakang mereka semua. Ini bukan pertemuan yang indah bagi sebuah keluarga yang sangat jarang bertemu. Tak berapa lama kemudian Ibu Taemin menghampiriku dan mengajakku menemui dokter.

“Beberapa tulang rusuknya patah, tapi kami sudah mengatasinya. Yang paling penting sekarang adalah menunggunya sadar, baru kita bisa memastikan apakah dia baik-baik saja.” kata Dokter begitu Ibu Taemin bertanya tentang keadaan anaknya.

“Lalu, kenapa sampai sekarang dia tak kunjung sadar?” tanya Ibu Taemin.

“Ini mungkin karena alam bawah sadar Taemin berbeda dengan yang lainnya. Penderita alter ego *red:kepribadian ganda* memiliki alam sadar yang sedikit berbeda, saat koma dua kepribadian itu akan bertarung merebutkan satu raga.” Kata dokter dengan nada prihatin.

“Itu berarti, ada kemungkinan dia sembuh?” kali ini aku yang bertanya.

“Ya, tapi juga kemungkinan dia terperangkap dalam pribadinya yang lain..” kata dokter itu dengan nada yang semakin merendah.

Begitu kami keluar dari ruang dokter, Ibu Taemin segera menarik tanganku dan memintaku duduk di cafetaria rumah sakit.

“In Ri-aa,” katanya memanggilku pelan.

“Ne, Omonim.” Kataku pelan.

“Terima kasih, sudah menjaga Taemin hingga sekarang.” Katanya sambil memelintir tissue yang mengusap matanya.

“Aniyo, Omonim. Aku senang melakukaknnya.” Kataku

“Sebelum kecelakaan itu, apakah Taemin sedang kambuh?” tanyanya tersendat karena ragu akan dapat menerima jawaban sebenarnya.

“Omonim tenanglah semuanya akan baik-baik saja, Taemin Oppa pasti bisa melewatinya.” Kataku.

Aku tidak yakin ucapanku itu berguna,,

karena sesungguhnya perasaanku juga tidak karuan.

********************************

 

 

*TBC*

Gimana-gimana? second series nya?! bagus? huluh, author terlalu kepedean yow?!

Double Mask For Double Face -part 3-

********************************************************

In Ri POV

“Aigoo!! perasaan kita baru saja masuk ajaran baru, kenapa sekarang sudah ujian akhir?!” Umpat So La sambil menjejalkan roti kemulutnya.

“Mana Na Dae, Gae Shin dan Yoo Seo?” tanya ku membuka bungkus permen dan memasukkannya dalam mulut.

“Mereka bolos hari ini. Katanya ingin menenangkan diri untuk ujian besok. Hari ini seluruh jam kosong kan?”

“Ha?” hanya itu yang ku katakan lalu kembali berkonstentrasi pada permenku.

“Apa yang kau siapkan untuk ujian akhir pelajaran seni?” tanya So La lagi.

“Emmm.. aku mau meminta Taemin Oppa untuk mengajari ku dance. Dan…” belum selesai kata-kataku terpotong oleh So La.

“Jinja?! Akkhhh,,, aku juga ingin bisa dance! Tolong bilang ke namjachingumu untuk mengajariku juga!! Ya?” katanya panjang.

Aku melihat mukanya yang memasang Puppy Eyes. Haishh!! Chinguku yang satu ini!

“Iya, nanti aku tanyakan. Kalau dia setuju, berarti kau mulai latihan minggu depan.” Kataku tidak tahan melihat air mukannya.

“Aaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!! Kau baik sekali, In Ri! Semoga tuhan selalu disisimu!!!!” katanya merentangkan tangan akan memelukku, sebelum seongsangmin masuk ke kelas.

Gawat Na Dae, Gae Shin dan Yoo Seo akan dapat masalah hari ini.

Tapi kenapa Taemin Oppa memintaku berlatih di  gedung olahraga ya? Padahal biasanya kami berlatih dirumahku. Eh? Sudah lah!

*********************************************************

Taemin POV

Dari pagi aku sudah ada di sini untuk mendekorasi gedung ini. Hari ini adalah perayaan 2 tahun hubunganku dengan In Ri. Jadi, aku ingin memberinya sedikit kejutan.

“Huwa!! Setengah jam lagi In Ri datang!” pekikku panik.

Tidak terlalu banyak yang kulakukan, hanya menggantungkan beberapa balon, dan menyiapkan makanan-makanan kesukaan In Ri di meja tepi kolam renang.

“Hahh!! Capek!” kataku bergumam sendiri.

Sepertinya aku tidak bisa membantumu. Appa memintaku membantunya dirumah. Mian, Taemin.

Ku tatap SMS dari Minho hyung, sambil menghempaskan pantatku dikursi. Lalu pikiranku kembali melayang.

Apa In Ri akan menyukai ini? Aku harap iya. Entahlah! Aku merasa kalau selama 2 tahun ini, aku tidak menjadi namjachingu yang baik untuknya. Aku kurang baik untuknya, atau bahkan terlalu buruk? Dia selalu membuatku bahagia tapi aku selalu membuatnya terluka. Dia memang sering menyakinkanku, namun keadaan bisa berubah kan? Bukannya aku tidak percaya padanya, tapi aku tidak percaya pada diriku…

“…Yang tiba-tiba saja bisa melukainya,,

Tanpa sadar..”

****************************************

Author POV

Seperti dugaan, 30 menit kemudian In Ri datang. Mengenakan celana pendek diatas lutut yang hampir tertutup oleh kaos ungu panjangnya.

“Oppa.. aku sudah datang.” Kata In Ri sambil memasuki gedung olahraga yang sepi. Dari studio dance ia berjalan di sepanjang koridor untuk mencari Taemin. Namun koridor-koridor itu kosong, kemudian ia mendengar seseorang berjalan di tepi kolam.

“Eh? Oppa ada disini? Kenapa pakai baju seperti itu?” tanya In Ri heran melihat namjachingunya mengenakan celana panjang hitam, dengan kemeja putih.

“Hhh… duduklah.” Kata Taemin berusaha menggendalikan dirinya, lehernya sudah dibasahi dengan keringat dingin, dan tangannya membentu posisi tinju menahan amarahnya.

“Wah, banyak sekali makanan disini.” Kata In Ri takjub kemudian duduk.

“Oppa tidak ikut duduk?” tanya In Ri lagi

“Sebentar.” Kata Taemin mengambil langkah sedikit menjauh.

“Oppa..??” In Ri bangkit dari kursinya, dan menghampiri Taemin. Menyentuh tangannya, kemudian baru merasa kalau sesuatu sedang terjadi dan segera melepaskannya.

“Wae?!” Taemin berbalik arah, membuatnya berhadapan dengan In Ri.

Taemin semakin mempercepat langkahnya sedangkan In Ri terus berjalan mundur kemudian berlari menuju tempat dance. ‘Bodoh!’ itu umpatnya dalam hati pada dirinya sendiri. Kini ia malah terhimpit ruangan yang dikelilingi kaca. Ia berusaha keluar namun terlambat, Taemin sudah ada didepan pintu, membawa sebuah pisau. Penampilannya berantakan sekarang, kemejanya keluar tidak karuan dan rambutnya acak-acakan. Matanya berkilat dan menyunggingkan senyum mengerikan.

“Haii..” katanya mendekati In Ri yang berjalan menjauh.

Taemin menggoreskan pisau ke salah satu kaca, menimbulkan suaran decitan yang menyayat.

“Kemarilah! Katanya kau tidak mau menjauhi ku?!” tanya Taemin menyeringai.

“Hajhima, Oppa. Hajhima!” kata In Ri mulai menangis melihat namjachingunya.

In Ri memikirkan sesuatu sebentar dan mendekat pada Taemin, menepuk pundaknya kemudian memeluknya. “Oppa, sadarlah!” kata In Ri tepat ditelinga Taemin.

Terdengar suara nafas Taemin yang tidak karuan, kemudian melemah membuat In Ri sedikit lega.

Namun tiba-tiba Taemin meletakkan tangannya dileher In Ri dan menekan kepalanya agar bibirnya dan dapat menggapai bibir In Ri. Ia menggigit bibir bawah dan atas In Ri bergantian kemudia mengulumnya. Menekan tengkuk In Ri agar lidahnya bisa masuk ke rongga mulut In Ri.

In Ri menerima begitu saja perlakuan namjachingunya, namun ia menangis tertahan sambil berusaha mempercayai kalau..

Namjachingunya sedang berusaha keluar sekarang…”

—————————————

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAarrrrgghhhhhhhhh!!!” jerit In Ri ketika merasakan sebuah pisau menancap di paha kanannya.

Taemin melepaskan ciumannya dan mendorong In Ri sehingga tubuhnya membentur kaca. Darah In Ri keluar deras begitu saja, membuat kaca-kaca disekelilingnya bernoda darah. Taemin mendekati In Ri dan kembali menancapkan pisaunya ditempat yang sama, lalu menggerakkannya membuat luka melebar berkali-kali.

In Ri mendorong Taemin menjauhinya, kemudian berjalan terseok-seok keluar dari ruang dance sambil memegang lukanya. Sampai ditepi kolam, Taemin berhasil mengejarnya kemudian menghunuskan pisau kedepan lehernya. Membuat In Ri berjalan mundur, kemudian jatuh ke kolam renang.

Seketika, darah In Ri berpendar, tercampur dengan air kolam yang sedikit demi sediki berubah menjadi merah. Taemin ikut menceburkan diri, masih terus berusaha melukai In Ri. In Ri berusaha keluar dari kolam namun Taemin menarik pergelangan kaki kirinya hingga ia kembali masuk kedalam air.

Taemin mendorong tubuh In Ri dan menahannya di dasar kolam. In Ri yang memang sudah tidak bisa bernafas berusaha untuk naik, namun Taemin mencekiknya hingga ia terus berada dalam air.

1 menit,,

2 menit,,

5 menit,,

In Ri didalam air bersama dengan semua lukanya.

*************************************

In Ri POV

Semuanya Gelap..

Entah, aku tidak sadar selama berapa lama..

Ruangan ini lembab, dan penuh bau yang menyengat.

Kucoba gerakkan tubuhku, namun semuanya terasa sakit, terutama kaki kananku, terasa perih dan ngilu. Aku coba membuka mataku perlahan, namun yang terlihat adalah cahaya putih menyala besar yang berada tepat di depan mataku.

“In Ri, Ireonayo?” suara seorang wanita membuatku membuka mata sepenuhnya.

“Eonni..” sapaku pada Park Bom Eonni yang duduk di samping ranjang. Oh, ternyata ini rumah sakit.

“Sebentar, aku panggil dokter.” Kulihat bayangan Eonni yang menghilang, kemudian masuk lagi dengan beberapa orang berpakaian putih.

“Dia sudah-tidak apa-apa, hanya kehabisan darah. Kami sedikit sulit mencari tempat untuk menginfusnya, di pergelangan tangan kanannya terdapat bekas luka.” Kata dokter itu kemudian pergi.

Park Bom Eonni melihatku penuh selidik kemudian duduk di sampingku. “Siapa yang melakukannya?” tanyanya.

“Tidak ada, hanya kecelakaan.” Kataku pelan.

“Taemin yang membawamu kemari, kemarin.” Kata Park Bom Eonni melupakan pertanyaan pertamanya

“Kemarin? Lalu sekarang dia ada dimana?” kataku menyadari bahwa aku sudah tidak sadarkan diri selama 1 hari.

“Entah. Setelah memastikan kau tidak apa-apa dia langsung pergi.” Kata Eonni Park Bom

“Aku akan membelikanmu makan terlebih dahulu.” Kata Eonni Park Bom mengenakan blazernya dan pergi.

Aku membuka ponselku dan kucoba menghubunginya, tapi ponselnya tidak aktif. Dimana dia?

***********************************

Aku mencintaimu bukan karena kau adalah dirimu,,

Tapi aku mencintaimu karena..

Kau selalu mencintaiku,,

———————————————————————————————————————

Aku terima kau dengan segala masa lalu dan masa depanmu…

Beserta seluruh bekas dan lukanya

Juga…

Semua kenangan dan traumaticnya..

Akan kuterima semuanya…

***********************************

Author POV

In Ri menatap nanar ke luar jendela kamarnya yang silau karena cahaya eclipse. Baru tadi pagi ia boleh pulang setelah tiga hari dirawat. Dia sudah baik-baik saja, hanya saja kejadian itu masih menyisakan 19 jahitan di paha kanannya. Juga kerinduan pada sosok yang membuat luka itu.

Lee Taemin, entah bagaimana menghilang begitu saja setelah kejadian itu, merasa bersalah. In Ri duduk di kursi depan jendelanya, mengira-ngira kemana namjachingunya pergi. Tempat apa yang mungkin dicari Taemin pada saat seperti ini. Kemudian pikirannya menangkap satu tempat.

“In Ri, makan malammu aku letakkan di atas meja.” Kata Eonni Park Bom sambil duduk diranjang, memandangi punggung adiknya,

“Eonni, kau mendapatkan kabar Taemin?” tanya In Ri tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela.

“Kau yang sabar, dia pasti kembali.” Kata Park Bom sambil berdiri menepuk pundak In Ri dan pergi.

“Ya, dia pasti kembali. Itu memang yang ingin kupirkan, karena aku terlalu takut memikirkan kemungkinan lain.” Kata In Ri pelan pada dirinya sendiri.

In Ri berpikir sebentar, lalu berjalan terseret menuju ranjangnya dan meraih ponsel

“Yoboseo, Gae Shin.” Begitu mendengar nada sambungnya terputus. “Ne, In Ri!” Kata gadis disebrang. “Besok bisa mengantarku ke suatu tempat?”

************************************

In Ri POV

Pagi-pagi sekali aku berangkat bersama Gae Shin. Tidak ada yang tau sebenarnya aku akan pergi kemana. Setelah tiga jam duduk di samping Gae Shin yang sibuk mengemudi, aku memintanya menurunkanku didepan sebuah jalan setapak kecil.

Setelah 50 meter susah payah berjalan dengan 19 jahitan di paha, bisa terlihat sebuah villa dengan tembok bata yang luas. Aku lihat cerobong perapiannya mengeluarkan asap, tersenyum. ‘Benarkan dia ada disini!’ Aku tak perlu mengetuk pintunya, karena aku juga memiliki kunci villa ini. Aku segera melepaskan tasku dan berjalan menuju halaman belakang.

Terlihat seorang namja duduk di bangku kayu sambil memberi makan beberapa merpati yang hinggap disekitarnya. Aku membuka telapak tanganku yang menggenggam beberapa makanan burung. Membuat burung-burung disekitar namja itu terbang perlahan kearahku. Dia menoleh kearah burung-burung itu terbang dan memandangku. Sedangkan aku berlutut pura-pura tidak peduli dan tersenyum pada  beberapa burung yang hinggap di tanganku.

Aku menoleh padanya yang masih menatapku hingga pandangan kami bertemu. Aku letakkan makanan burung itu di tanah membuat burung-burung berebut lalu aku berjalan menghampirinya.

“Boleh aku duduk?” tanyaku namun Ia hanya diam dan menggeser tubuhnya sedikit.

“Kenapa kesini tidak mengajakku?” tanyaku lagi

“Kau sudah sembuh?” tanyanya tanpa memandangku

Aku tersenyum simpul kemudian menjawab “Ya, aku sudah sembuh sejak datang kemari dan melihatmu.”

“Luka itu belum sembuh.” Katanya sambil melihat perban di pahaku

“Bukankah kita sudah berjanji akan terus bersama?” tanyaku

“Kau terlalu baik untukku.” Katanya namun kali ini menatap mataku sekilas

“Tidak, kau yang terbaik.” Kataku sambil menyandarkan kepalaku dipundaknya sedangkan Ia hanya diam saja ketika aku memejamkan mata dipundaknya.

“Pundakmu nyaman” kataku pelan masih dengan mata terpejam

Aku mendengar ia tersenyum kecil dan menyenderkan kepalanya pelan di kepalaku.

“Aku mengantuk, bisa kau ceritakan dongeng untukku?” tanyaku

Ia diam sebentar lalu kemudian memulai lullaby-nya

“Aku mungkin mempunyai dua muka, dan aku mungkin mempunyai dua jiwa..

Tapi aku hanya mempunyai satu hati, yang hanya aku gunakan untuk satu tugas, yaitu,,

Mencintaimu…” katanya namun kemudian terdengar akan melanjutkan kalimatnya.

“Akan ku kendalikan dua wajahku dan memakaikannya dua topeng. Aku janji, aku akan berusaha.” Katanya mengakhiri lullaby konyolnya yang anehnya berhasil membuatku tersenyum penuh kebahagiaan.

“Aku tahu..”

“Aku tahu..

Karena akulah yang paling mengerti kau di dunia ini.”

 

 

 

********************************************************************************************

THE END

29/09/2011 – 16.21

Double Mask For Double Face -part2-

Author POV

“Kau ada jadwal les hari ini?” tanya Taemin di tengah perjalanan menuju ke sekolah In Ri.

“Ani..” kata In Ri membetulkan posisi duduknya

“Mmm.. bisa kau temani aku ke tempat Park Min Suk Noona?” tanya Taemin lagi kali sambil melihat wajah In Ri dari kaca spion.

“Tentu.” Kata In Ri sambil menopangkan dagunya di pundak Taemin.

Setelah mengajukan beberapa pertanyaan yang sedikit ‘aneh’, dan berbincang-bincang sebentar dengar Min Suk Noona, mereka pun keluar dari kerja Park Min Suk noona. Ya, Min Suk Noona adalah seorang Psikiater yang sejak 4 tahun lalu menjadi ahli terapi Taemin.

“Yang penting kau harus terus berusaha.” Kata Min Suk noona.

“Baiklah, kami pergi dulu.” Kata In Ri ramah.

“Jakka, In Ri noona, kau juga harus mendukungnya ya?” kata Min Suk Noona, sambil mengarahkan pandangannya pada Taemin.

“Tentu saja, Eonni.” Kata In Ri sambil merangkul lengan Taemin.

Bisa dibilang Lee Taemin adalah seorang pengidap Kepribadian Ganda atau Alter Ego, tapi ia memiliki sedikit ‘perbedaan’. Tidak seperti yang lain, ia menyadari penyakitnya, ia hanya kehilangan kendali saat pribadi keduannya muncul. Dan yang terpenting, dia punya In Ri yang selalu mendukungnya.

Tentu saja, In Ri tau apa yang terjadi pada namjachingunya. Sebelum mereka dekat bahkan Taemin sudah mengatakannya. Pertama kali, In Ri merasa terkejut dan mengambil jarak. Namun akhirnya In Ri memutuskan untuk bersama Taemin.

..mendukung..

Dan memutuskan bersama..

——————–

“Sepertinya pencernaanku sedikit tidak beres.” Kata Gae Shin begitu keluar dari bilik toilet.

“Salah siapa tidak suka sayur!” kata In Ri yang sedang menghadap kaca wastefel toilet wanita di sekolah mereka.

“Sepertinya aku sudah akan melepas ini.” Kata In Ri sambil memegang plester yang sejak seminggu lalu menutup bekas luka dipipi kirinya.

“Sebenarnya kenapa kau menggunakan plester itu? Memangnya ada luka?” tanya Gae Shin sambil mencuci tangannya.

“Tidak. Hanya bekas jerawat.” Kata In Ri berbohong. In Ri tidak mungkin menceritakan kalau ini perbuatan Taemin, entah apa yang akan terjadi.

Tentang keadaan Taemin, memang hanya In Ri dan Umma Taemin yang tau. Umma nya bahkan harus mengajak Appa Taemin dan Taesuk pindah ke Amerika hanya agar mereka tidak tau tentang penyakit Taemin ini.

In Ri sedikit lega setelah melepas plester di pipi kirinya karena luka itu tidak menimbulkan bekas.

*********************

In Ri POV

Yeoboseo? Taemin Oppa, ne. Jakkaman.

Kataku random saat menjawab telfon dari Taemin Oppa. Ia memintaku datang kesebuah tempat sekarang, aku yang baru pulang sekolah langsung menuju tempat yang dimaksud.

Setelah berjalan masuk ke beberapa gang, aku melihat sebuah taman dengan berbagai permainan anak kecil. Aku melihat seorang namja duduk di salah satu kuda di komedi putar. Itu dia!

“Chagiya!! Ayo kemari!!” katanya mengayunkan tangannya padaku.

Aku tersenyum dan segera menghampirinya. Saat aku naik, komedi putar itu berputar perlahan. Membuatku sedikit kehilangan keseimbangan.

“Oppa” Kataku duduk di kuda sebelah kudanya.

“Kau suka tempat ini?” katanya.

“He’emph… seperti harta karun, sedikit sulit menemukannya, tapi begitu terlihat akan sangat berharga.” Kataku sambil menyapu pandangku pada tempat ini.

Taemin tiba-tiba turun dari kuda-kudaannya dan berlutut di hadapanku. Menengadahkan telapak tangangnya dan berkata.. “Tuan Putri, maukah anda berdansa denganku? Hemp?” tanyanya.

Aku belum bisa menjawab karena terharu atas perlakuannya.

“Oppa..” hanya kata-kata itu yang bisa keluar dari mulutku.

Ia langsung memegang tanganku dan mencium punggung tanganku. Tangannya terasa dingin dan berkeringat. Kemudian dia memutar tanganku hingga membuatnya hampir terkilir, sejak saat itu aku mulai merasa kalau ada sesuatu. Ia mulai mencium nadiku dan menghisapnya.

“Oppa..” kataku sedikit lebih tinggi untuk menyadarkannya.

Aku rasa ia mulai menggigit nadiku hingga menyobek kulitnya. Aku hanya menahan gigitannya yang semakin kuat. Membuat rasa sakit akibat darah yang mengucur begitu saja. Aku tidak mencoba menghindari perlakuannya, selama dia tidak menghisap darahku, akan ku tahan. Ia terus menggigitku hingga luka yang dibuatnya semakin lebar.

Lalu aku rasakan gigitannya melemas dan dia terkulai. Segera aku jatuhkan sapu tanganku pada lantai agar menutupi semua darahku yang tercecer. Lalu kuturunkan lengan bajuku yang memang panjang.

“..akan kutahan agar menutupi semua..”

***********************************************

Taemin POV

“Oppa sedang apa? Katanya mau berdansa?” tanya In Ri menyadarkanku.

Entahlah, sepertinya aku baru saja melamunkan sesuatu yang entah apa. Aku melihat wajahnya dan kulihat senyumnya. Kemudian ku ulurkan tanganku lagi, namun kali ini dia langsung meraihnya.

Kamipun berdansa diatas komedi putar yang terus berputar. Ia merangkulkan tangannya dileherku sedangkan aku memegang pinggangnya. Namun secara tiba-tiba aku alihkan tanganku ke pundaknya. Menghentikan gerakan dansa kami, dan mendesaknya untuk duduk dikursi.

Aku duduk disampingnya namun dengan cepat memutar punggungku menutupi tubuhnya. Kuarahkan wajahku ke leher kanannya, sambil menggeser kerah kemeja putihnya. Aku merasa dia pasti bisa mendengar hembusan nafasku yang berada di bawah telinganya. Aku juga merasakan, ia mati-matian menutup mata dan menekan kedua sisi giginya.

Aku kembalikan lagi kesadaranku dan menyeimbangkan nafasku, membuatnya sedikit meregangkan otot lehernya.

“Oppa..” katanya dengan nada yang dalam pikiranku terdengar lega.

“Ani..” kataku sambil kembali pada posisiku, disamping kirinya.

“Aku tidak mau menyakitimu..” kataku sambil menutup muka dengan telapak tanganku sebentar dan membukanya.

“Tak apa..” katanya sambil menaruh ranselnya ditanah dan merebahkan diri dipangkuanku.

“In Ri..” kataku.

“Hemp?” jawabnya.

“Ani.. hanya ingin memanggilmu saja.” kataku sambil menyingkap poninya.

“Oppa..” katanya.

“Hemp?” balasku menjiplak kalimatnya tadi.

“Aku suka semua kebahagiaan yang kau berikan, juga..

semua rasa sakit yang kau berikan…”

********************************************************